2. Sistem Matrilinial
Menurut para ahli antropologi tua pada abad 19 seperti J. Lublock, G.A. Wilken dan sebagainya, manusia pada mulanya hidup berkelompok, kumpul kebo dan melahirkan keturunan tanpa ikatan.
Kelompok keluarga batih (Nuclear Family) yang terdiri dari ayah-ibu dan anak-anak seperti sekarang belum ada.
Lambat laun manusia sadar akan hubungan antara "ibu dan anak-anaknya" sebagai satu kelompok keluarga karena anak-anak hanya mengenal ibunya dan tidak tahu siapa dan dimana ayahnya. Dalam kelompok keluarga batih "ibu dan anak-anaknya" ini, si Ibulah yang menjadi Kepala Keluarga.
Dalam kelompok ini mulai berlaku aturan bahwa persenggamaan (persetubuhan) antara ibu dan anak lelakinya dihindari dan dipantangkan (tabu). Inilah asal mula perkawinan diluar batas kelompok sendiri yang sekarang disebut dengan "adat eksogami". Artinya perkawinan hanya boleh dilakukan dengan pihak luar, dan sebaliknya perkawinan dalam kelompok serumpun tidak diperkenankan sepanjang adat.
Kelompok keluarga itu tadi makin lama makin bertambah banyak anggotanya. Karena "garis keturunan" selalu diperhitungkan menurut "Garis Ibu", dengan demikian terbentuk suatu masyarakat yang oleh para sarjana seperti Wilken disebut masyarakat "matriarchat".
Istilah "matriarchat" yang berarti "ibu yang berkuasa" sudah ditinggalkan. Para ahli sudah tahu bahwa sistem "ibu yang berkuasa" itu tidak ada. Yang ada ialah kelompok keluarga yang menganut prinsip silsilah keturunan yang diperhitungkan melalui garis ibu atau dalam bahasa asing disebut garis "matrilinial".
Jadi dalam sistem kekerabatan "matrilinial" terdapat 3 unsur yang paling dominan :
Garis keturunan "menurut garis ibu".
Perkawinan harus dengan kelompok lain diluar kelompok sendiri yang sekarang dikenal dengan istilah Eksogami matrilinial.
· Ibu memegang peranan yang sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan dan kesejahteraan keluarga
(Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang Minang)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar